NARKOBA DALAM PANDANGAN TAFSIR MAQASHIDI (Sima Aulan Nisa’ Dwi Zakiyah Allayni)

Blog Single

Abstrak

Bangsa Indonesia dihantui oleh beredarnya berbagai obat-obatan terlarang yang dapat merusak akal maupun akhlak para generasi muda yang disebut dengan narkoba. Dalam Al-Qur`an maupun Hadis tidak disebutkan secara konkrit tentang narkoba karena belum ada pada masa Rasulullah. Oleh karena itu, kepastian hukum syar’i narkoba dapat dipahami melalui qiyas (analogi) dengan khamr karena persamaan ‘ilat (sebab) antara khamr dan narkoba yaitu memabukkan dan menghilangkan akal. Sejauh ini kajian yang membahas tentang narkoba perspektif Al-Qur’an hanya menjawab persoalan bagaimana memahami teks ayat sebagai objek penafsiran sedangkan suatu ayat harus digali maksud dan tujuan yang ada dibaliknya. Tulisan ini menggunakan metode tafsir maqashidi yang digagas oleh Abdul Mustaqim dengan tujuan mencoba menelisik maksud dibalik teks yang tak terucapkan dalam setiap perintah atau larangan Allah. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini ialah; pertama, mengonsumsi narkoba hanya akan menimbulkan kerusakan untuk diri sendiri maupun sekitar. Allah menegaskan dalam surah Al-Mā’idah ayat 90-91 bahwa melakukan perbuatan-perbuatan setan seperti halnya penyalahgunaan narkoba berpeluang besar menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara manusia. Dengan tidak mengonsumsi narkoba terdapat upaya menunjukkan nilai al-Insāniyyah (humanisme) sehingga kehidupan bersama dapat berjalan secara harmonis. Kedua, kajian ini menekankan (aksentuasi) terhadap dimensi maqāṣhid al-syari’ah dan dapat menjelaskan masing-masing aspek maqashid dari ayat tentang narkoba yang diharapkan membantu mewujudkan kemaslahatan masyarakat.

Kata Kunci: Narkoba, Al-Qur'an, Tafsir Maqashidi

 

  1. Pendahuluan

Manusia merupakan makhluk yang paling istimewa dibandingkan ciptaan Allah yang lainnya. Allah memberi keunggulan menjadi khalifah di muka bumi, untuk menjaga kelestarian kehidupan semua makhluk. Maka dari itu, manusia seharusnya bisa menjaga dirinya sendiri. Keistimewaan yang Allah anugerahkan pada manusia berupa akal untuk berfikir. Sekian banyak ayat yang menyebut tentang akal untuk berfikir seperti afalā ta'qilūn(a) (Apakah kalian tidak mengerti?) dan afalā tatafakkarūn(a) (Apakah kamu tidak memikirkan(-nya)?. Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia harus memanfaatkan akal secara produktif dengan membudayakan riset dan berijtihad mengembangkan pendidikan dan melestarikan makhluk lain.[1]

Dewasa ini, bangsa Indonesia dihantui oleh beredarnya berbagai obat-obatan terlarang yang dapat merusak akal maupun akhlak para generasi muda Indonesia yang disebut dengan narkoba. Sebenarnya umat manusia telah lama mengenal narkoba. Tetapi akhir-akhir ini, korban narkoba merambah ke semua lapisan masyarakat tak terkecuali remaja dan perempuan.[2] Dalam Al-Qur’an maupun Hadis tidak disebutkan secara konkrit tentang narkoba atau sejenisnya. Obat-obatan terlarang seperti ini belum ada pada masa Rasulullah SAW. Oleh karena itu, kepastian hukum syar'i narkoba dapat dipahami melalui qiyas (analogi) dengan khamr karena persamaan ‘ilat (sebab) antara khamr dan narkoba yaitu memabukkan dan menghilangkan akal.[3]

Dalam wacana Islam, ada beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadis yang melarang manusia untuk mengkonsumsi khamr dan hal-hal yang memabukkan. Pada orde yang lebih muthakir, minuman keras dan hal-hal yang memabukkan bisa juga dianalogikan sebagai narkoba. Ketika Islam lahir dari terik padang pasir lewat Nabi Muhammad SAW, zat berbahaya yang paling popular memang baru khamr. Dalam perkembangan dunia Islam, khamr kemudian bergesekan, bermetamofosa dan beranak pinak dalam bentuk yang makin canggih, yang kemudian lazim disebut narkotika atau lebih luas lagi narkoba. Untuk itu, dalam analoginya, larangan mengonsumsi khamr dan hal-hal yang memabukan adalah sama dengan larangan mengonsumsi narkoba.[4]  Narkoba sendiri sudah menjadi istilah yang tidak asing bagi masyarakat, namun masih sedikit yang memahami arti dari narkoba. Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan aktif lainnya. Dalam arti luas, yaitu obat atau zat. Bila zat itu masuk dalam tubuh manusia, baik melalui oral (mulut), dihirup maupun memalui alat suntik yang akan berpengaruh pada kerja otak atau susunan saraf pusat.  Narkoba memiliki daya adiksi (ketagihan), daya toleran (penyesuaian), daya habitual (kebiasaan) yang sangat kuat dan berbahaya sehingga menyebabkan candu untuk penggunanya.[5]

Sejauh ini kajian yang membahas tentang narkoba dengan melihat dari perspektif Al-Qur’an cenderung hanya menjawab persoalan bagaimana memahami teks ayat sebagai objek penafsiran sedangkan suatu ayat harus digali maksud dan tujuan yang ada dibaliknya. Misalnya kajian yang dilakukan oleh Lukas Prasetyo yang mana hasil penelitiannya memaparkan analisis para mufassir terhadap konsep narkoba dalam Al-Qur’an dan menjelaskan bahwa narkoba yaitu khamr yang disebutkan dalam Al-Qur’an itu haram karena memabukkan dan akan merusak akal sehat serta perbuatan seorang manusia.[6] Kemudian Fatimatuz Zahro juga mengkaji mengenai ayat-ayat hifẓ al-‘aql pendekatan tafsir maqashidi Ibnu Ashur. Tulisan ini menjelaskan bahwa dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, Ibnu Ashur menerapkan pendekatan tafsir maqashidi guna mengetahui peran penting menjaga akal bagi ḍaruriyyat.[7]

Kajian lainnya diteliti oleh Lateefah Kasamasu dkk yang mengumpulkan dalil-dalil Al-Qur’an maupun Hadis mengenai pengharaman narkoba dan pendapat para ulama dalam kitab-kitab klasik maupun karya-karya kontemporer yang membahas pengharaman narkoba.[8] Dari beberapa penelitian tersebut kebanyakan dari perspektif yang mana ayat tentang narkoba sebagai objek penafsiran dan hanya memahami struktur linguistiknya ayat tersebut. Metode yang digunakan hanya metode tematik (maudhu’i). Oleh karena itu, tulisan ini akan menggunakan metode tafsir maqashidi yang digagas oleh Abdul Mustaqim dengan tujuan untuk mencapai signifikansinya berupa ideal moral universal. Tafsir maqashidi secara sederhana dapat diartikan sebagai model pendekatan penafsiran Al-Qur’an yang memberikan penekanan (aksentuasi) terhadap dimensi maqāṣhid al-syari’ah. Tafsir ini tidak hanya terpaku pada penjelasan makna literal teks yang eksplisit, melainkan mencoba menelisik maksud dibalik teks yang implisit atau yang tak terucapkan dalam setiap perintah atau larangan Allah dalam Al-Qur`an.[9]

Tulisan ini akan diarahkan untuk menjawab dua problem akademik; pertama, apa nilai fundamental yang terdapat dalam ayat tentang narkoba?, kedua apa saja aspek-aspek maqashid yang terdapat di dalam ayat tentang narkoba?. Nilai-nilai maqashid pada ayat tersebut nantinya dijadikan sebagai basis filosofis dan spirit dalam proses dinamika penafsiran Al-Qur’an. Sebagai kitab yang á¹£alih likulli zaman wa makān, Al-Qur`an dituntut melakukan pembaharuan pemahaman agama dalam menghadapi tantangan perubahan demi terwujudnya kemaslahatan masyarakat.[10]

  1. Tinjauan Umum Tentang Narkoba

Hukum narkoba secara khusus memang tidak disebutkan melalui dalil tafsili dalam Al-Qur’an  dan Hadis. Karenanya menurut kaedah istishab zat narkoba adalah sesuatu yang suci dan boleh digunakan. Ini sesuai kaedah fiqih, al-aá¹£lu fi al-asyyā’ al-ibaḥah yaitu hukum asal bagi setiap perkara adalah mubah melainkan ada sandaran yang mengharamkannya.[11] Narkoba mempunyai manfaat tersendiri untuk manusia khususnya di bidang kedokteran, oleh karena itu narkoba boleh digunakan. Namun apabila narkoba disalahgunakan serta terbukti mempunyai dampak-dampak negatif terhadap akal manusia sebagaimana arak, tentunya hukum narkoba berubah selaras dengan prinsip fleksibilitas berdasarkan logika.

Narkoba sendiri secara etimologis berasal dari bahasa inggris narcose atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengistilahkan narkoba adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang. Sehingga dapat disimpulkan, narkoba merupakan obat atau zat yang dapat menenangkan syaraf, mengakibatkan ketidaksadaran, atau pembiusan, menghilangkan rasa nyeri dan sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang, dapat menimbulkan efek stupor, serta dapat menimbulkan adiksi atau kecanduan.[12] Narkoba memiliki 3 jenis yaitu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Berdasarkan cara pembuatannya narkoba di bagi menjadi 3 yaitu narkoba alami, narkoba semisintesis, dan narkoba sintesis. Sedangkan berdasarkan pada resiko ketergantunganya dibagi menjadi 3 golongan yaitu narkotika golongan I, II dan III.

Narkoba alami merupakan narkoba yang terbuat dari zat adiktif yang diambil dari tumbuh-tumbuhan, contohnya ganja, koka, opium, dll.  Tiga tumbuhan tersebut termasuk narkoba golongan I yang apabila dikonsumsi akan berisiko tinggi menimbulkan efek kecanduan. Narkoba semisintesis merupakan narkoba alami yang diolah dan diambil zat adiktifnya agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran, contohnya: morfin, kodein, heroin (pukaw), dll. Narkoba ini masuk dalam golongan II dan bisa dimanfaatkan untuk pengobatan asalkan sesuai dengan resep dokter. Narkoba sintesis merupakan narkoba palsu yang dibuat dari bahan kimia. Narkoba ini digunakan untuk pembiusan dan pengobatan pada orang yang kecanduan narkoba, contohnya; naltrexon, naltrekson. Golongan ini dimanfaatkan untuk terapi karena mempunyai resiko yang rendah.[13]

Psikotropika merupakan obat yang dapat menyebabkan ketergantungan dan sasaran dari obat ini adalah syaraf pusat (otak). Obat jenis ini digunakan untuk mengobati orang dengan gangguan jiwa. Berdasarkan farmologi, psikotropika dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu depresan, stimulan dan halusinogen. Kelompok depresan, contohnya valium yang jika diminum akan memberikan rasa mengantuk, tentram dan damai. Obat ini juga menghilangkan rasa gelisah dan takut. Lalu stimulan yang dapat merangsang otak, contohnya amfetamin, efek dari obat ini yaitu mendatangkan rasa gembira dan badan terasa fit. Kemudian halusinogen yaitu obat, zat atau makanan yang menimbulkan khayalan, contohnya getah tanaman kaktus, kecubung dan jamur tertentu. Bahan adiktif contohnya rokok, alkohol, thiner, dan lem yang akan memabukkan jika  dihisap atau dicium dengan dosis yang berlebihan.[14]

Narkoba mengandung tiga sifat yang sangat jahat diantaranya habitual, adiktif dan toleran. Habitual merupakan sifat narkoba yang membuat penggunanya akan selalu teringat, terkenang dan terbayang sehingga cenderung akan selalu mencari dan ingin terus memakai narkoba. Adiktif merupakan sifat narkoba yang membuat penggunanya terpaksa memakai narkoba terus-menerus dan tidak dapat menghentikannya. Penghentian atau pengurangan pemakaian narkoba menimbulkan “efek putus zat” atau “withdrawal effect” yaitu perasaan sakit luar biasa atau biasanya disebut dengan sakaw. Toleran merupakan sifat narkoba yang membuat tubuh pemakainya semakin lama semakin menyatu dengan narkoba sehingga menuntut dosis pemakaiannya semakin tinggi. Apabila dosis yang digunakan tidak dinaikkan, narkoba itu tidak akan bereaksi pada penggunanya, tetapi membuat penggunanya mengalami sakaw. Maka dosis memakaianya harus sama dengan dosis pemakaian sebelumnya.[15]

Kerusakan yang diakibatkan narkoba telah dikupas oleh banyak ulama, seperti Dr. Yusof al-Qaradhawi, al-Hafiz al-Zahabi, al-Hafiz al-Makki, Ibnu Taimiah, dan Ibnu Baitar dalam kitabnya al-Jami' Liqawi al-Adawiyyah wa al-Aghziyyah. Mereka menggunakan dalil umum Hadis Nabi SAW atau dianalogikan dengan khamr karena mempunyai ‘ilat (sebab) yang sama yaitu al-iskar (memabukkan). Al-Dzahabi menegaskan; narkoba yang berasal dari daun hukumnya haram seperti khamr. Seseorang yang memakai narkoba akan dikenakan hukum had sebagaimana peminum khamr. Narkoba lebih buruk daripada khamr ditinjau dari implikasinya yang merusak akal dan mental.[16] Sama dengan pendapat Ibnu taimiyah di dalam kitabnya al-Siyāsah al-Syar’iyyah fi Iá¹£lahi al-Ra’i wa al-Ra’iyyah, ia mengatakan; ganja yang terbuat dari daun hukumnya haram.[17]

Ibn al-Qaiyim menegaskan bahwa termasuk dari khamr itu semua perkara yang memabukkan, cecair atau pepejal maupun perahan atau yang dimasak. Ia juga merangkumi suapan kefasikan dan maksiat maksudnya narkoba karena semuanya adalah khamr dengan nas Hadis Nabi SAW yang jelas dan á¹£aḥiḥ.[18] Pandangan dari Dr. Ahmad Fathie Bahnasie dalam menentukan hukum narkoba dan perkara-perkara yang memabukkan yaitu haram bersandar pada nas Al-Qur’an dan Hadis. Tambahan beliau dari kesimpulannya; lebih baik mengenakan hukum peminum arak khamr pada pengguna narkoba. Jika perlu dikenakan hukuman ta’zir sebagai pencegahan kemungkaran dan kemusnahan.[19]

Mahmud al-Hamsyari mengupas tentang hukum narkoba menurut pandangan empat mazhab yang menyamakan khamr dan muskir (perkara yang memabukkan). Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa minum khamr adalah haram, terlepas dari apa dan darimana datangnya khamr tersebut. Narkoba pula haram apabila memabukkan. Imam Malik berpendapat pengharaman khamr dalam Islam ialah pengharaman narkoba secara iá¹­laq bahkan jika namanya bukan khamr, apabila ia memabukkan maka hukumnya adalah haram. Pendapat ini adalah serupa dengan pendapat dengan dua imam yang lain yaitu Imam Syafi’i dan Imam Ahmad.[20]

Penggunaan narkoba tidak semata-mata merusak fungsi akal, bahkan narkoba berpotensi merusak agama, nyawa, keturunan dan harta. Karena penggunaan narkoba tidak pada kadarnya, bukan hanya memabukkan dan ketagihan tetapi mengundang kemudaratan seperti merampok, dll karena tidak memiliki kestabilan emosi yang mendorong melakukan sesuatu diluar kendali. Dampak narkoba juga merambah pada bidang sosial yaitu risiko terjakit HIV/AIDS. Hal ini dikarenakan penggunaan alat suntik bersama. Untuk dampak lingkungan, pengguna narkoba mengabaikan aktivitas ibadah, menarik diri dari keluarga dan lingkungan sekitar. Pecandu narkoba juga selalu membutuhkan uang untuk mendapatkan narkoba karena candu dari obat tersebut, maka mereka akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang.[21]

Sejauh ini penggunaan narkoba berdasarkan kadar dan dosis yang dikonsumsi mempunyai dua mata sisi, ada manfaat dan dampak penggunaannya. Beberapa jenis obat-obatan yang termasuk dalam  narkoba dibutuhkan bagi orang sakit untuk mengobati luka atau meredam rasa sakit dalam keadaan darurat. Keadaan tersebut dibolehkan mengingat kaedah yang sering dikemukakan oleh para ulama; keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang. Imam Nawawi r.a berkata; seandainya dibutuhkan mengkonsumsi narkoba untuk meredam rasa sakit ketika mengamputasi tangan. Al-Khotib asy-Syarbini dari kalangan Syafi’iyah berkata; boleh menggunakan sejenis narkoba dalam pengobatan ketika tidak didapati obat lainnya walau nantinya menimbulkan efek memabukkan karena kondisi ini adalah kondisi darurat.[22] Oleh karena itu,  pengharaman narkoba yang tidak di sebutkan secara spesifik dalam Al-Qur`an atau Hadis karena saat itu belum terdapat zat ini, maka diqiyaskan dengan hukum khamr melihat dari manfaat dan kemudaratanya. Seperti yang diketahui  dampak dan akibat narkoba yang lebih luas dan bahkan lebih berbahaya dari khamr itu sendiri.

  1. Pemaknaan Ayat Al-Qur’an Tentang Narkoba

Al-Qur’an tidak menjelaskan secara gamblang tentang narkoba, tetapi karena dampak buruk yang dihasilkan hukum narkoba diqiyaskan dengan hukum khamr. Khamr  telah diketahui oleh umat Muslim sebagai minuman yang haram untuk dikonsumsi. Bahkan tidak hanya sebatas pengharaman, Allah melalui lisan Rasul-Nya juga memberikan sanksi di dunia bagi peminumnya, penjualnya, dan pembuatnya. Kemudian Islam datang sebagai agama yang menyempurnakan kitab-kitab yang sebelumnya, masih tetap mempertahankan hukum haram dari mengkonsumsi khamr. Tetapi Islam tidak serta merta mengharamkan khamr secara langsung, hukum pengharaman khamr datang secara bertahap.

Firman Allah SWT yang pertama kali menyinggung tentang khamr belum secara tegas mengharamkan khamr namun masih berupa sebuah isyarat. Jika dilihat dari kacamata sejarah, pembentukan tasyri' (hukum Islam) pada dasarnya tidak memberi hukum haram pada khamr secara sekaligus. Setidaknya ada 4 tahap yang dapat kita ketahui melalui pengkajian terhadap asbab an-nuzul ayat-ayat yang berkaitan dengan khamr. Menurut ‘Abdullah lbn Ahmad lbn Mahmud al-Nasafi terdapat 4 ayat Al-Qur’an dalam beberapa surat yang berbeda berkaitan dengan khamr. Pertama yaitu surah An-Naḥl [16] ayat 67, kedua surah Al-Baqarah [2] ayat 219, ketiga surah An-Nisā’ [4] ayat 43 dan keempat dalam surah Al-Mā'idah [5] pada ayat 90-91. Sedangkan menurut pendapat ‘Abdullah lbnu Umar al-Syabi. Mujahid, Qatadah, Rabi' lbnu Anas, dan Abdurrahman lbn Zaid Ibn Aslam, seperti yang disitir oleh Muhammad Jamaluddin al-Qasirni; bahwa surah Al-Baqarah [2] ayat 219 merupakan ayat pertama yang berkaitan dengan khamr. Lalu disusul dengan An-Nisā’ [4] ayat 43, baru kemudian setelah itu turun surah Al-Mā'idah [5] pada ayat 90-91 yang menjadi klirnaks/pamungkas berkaitan dengan khamr.

  1. Khamr Masih Diperbolehkan (An-Naḥl [16]:67)

وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

Dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti.

Pada ayat di atas Allah sama sekali tidak menyinggung tentang dosa dan juga keharaman bagi peminum khamr. Dengan kata lain pada saat awal Islam khamr bukanlah minuman yang haram untuk dikonsumsi. Dalam ayat ini Allah menyebut macam minuman yang dihasilkan oleh buah-buahan seperti kurma dan anggur, yaitu yang kamu jadikan minuman yang memabukkan dan juga dari kedua pohon itu terdapat rizki yang baik, yakni dari buah-buahan yang sudah kering. Dan itulah terdapat tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Ayat ini mengisyaratkan bahwa minuman ada dua macam: memabukkan dan rezeki yang baik. Allah belum bicara tentang hukum khamr. Namun baru sebatas mengakui bahwa masyarakat Arab waktu itu memliki tradisi meminum khamr yang terbuat dari kurma dan anggur. Pengakuan Al-Qur`an terhadap tradisi dan pola perilaku mereka, jelas dimaksudkan agar masyarakat mulai menaruh perhatian tentang khamr, yang bahkan oleh Al-Qur`an diakui merupakan rezeki yang baik.

  1. Kemudaratan Khamr Lebih Besar Dibanding Maslahatnya (Al-Baqarah [2]:219)

Umat Islam masih terus meminum khamr hingga Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Mereka bertanya-tanya tentang khamr karena melihat kejahatan dan kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh perbuatan itu.[23] Maka dari itu, Allah menurunkan ayat di dalam Al-Baqarah [2]:219

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ

Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar 64) dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir.

Mudjab Mahalli dalam bukunya Asbabun Nuzul (Studi Pendalaman Al-Qur’an) menyebutkan bahwa ayat tersebut adalah ayat pertama yang menyinggung tentang khamr. Ayat diatas turun ketika Rasulullah SAW pertama kali memasuki kota Madinah. Pada saat itu beliau mendapati penduduk Madinah gemar meminum khamr (minuman yang memabukkan) dan makan dari hasil perjudian. Kemudian mereka menanyakan tentang kebiasaan tersebut. Sehubungan dengan hal itu Allah menurunkan ayat ke-219 dari surah Al-Baqarah. Setelah mendapat jawaban mereka berkata; tidak diharamkan kita meminum khamr, hanya saja berdosa besar. Oleh sebab itu, mereka meneruskan kebiasaan tersebut. Bunyi Al-Baqarah [2] ayat 219 secara tekstual belum menjelaskan keharaman khamr. Ayat tersebut masih sekedar menjelaskan bahwa di dalam khamr terkadung madharat yang lebih besar dari manfaatnya. Manfaat yang dimaksud bersifat material, misalnya ketergantungan bagi penjual khamr dan kemungkinan memperoleh harta yang banyak tanpa bersusah payah. Akan tetapi, madharat yang terkandung di dalamnya lebih besar dari manfaatnya. Dalam hal ini, Allah sengaja membuat perbandingan antara manfaat dan madharat agar umat Islam menimbang-nimbang sendiri. Ini disesuaikan dengan tradisi masyarakat Arab waktu itu yang merupakan masyarakat pedagang, sehingga selalu mempertimbangkan untung dan rugi dari segala sesuatu yang dilakukan.

  1. Larangan Meminum Khamr Pada Waktu Tertentu (An-Nisā’ [4]:43)

Setelah ayat diatas, turun pula ayat yang mengharamkan khamr dalam kaitannya dengan shalat terutama bagi mereka yang telah kecanduan khamr dan telah menjadi bagian dari hidupnya.[24]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub). Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan) sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

Ayat diatas merupakan tahapan selanjutnya sebelum menghukumi haram pada khamr. Imam Al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya menyebutkan bahwa ayat tersebut turun di latar belakangi suatu kejadian dimana ada seorang laki-laki yang meminum khamr kemudian maju untuk mengimami shalat. Karena khamr yang diminum menyebabkan ia mabuk, bacaan yang dibacanya pun menjadi keliru.[25] Dalam ayat ini Allah SWT melarang hamba-Nya yang beriman untuk melakukan shalat dalam keadaan mabuk, karena keadaan semacam itu tidak akan dapat membuahkan kekhusukan dan kepatuhan dalam bermunajat kepada Allah, baik dalam membaca ayat-ayat Al-Qur’an maupun berdzikir serta memanjatkan doa kepada-Nya.[26]

  1. Khamr Diharamkan Secara Tegas (Al-Mā'idah [5]:90-91)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ۞إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntungÛž Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?

Abu Maisarah berkata; ayat ini turun sebab Umar bin Khattab. Sesungguhnya ia menyampaikan kepada Rasulullah SAW kelemahan-kelemahan khamr dan pengaruhnya terhadap manusia, maka ia pun berdo'a kepada Allah SWT agar khamr diharamkan seraya berkata, “Ya Allah jelaskan kepada kami mengenai hukum khamr dengan penjelasan yang memuaskan” maka turunlah ayat-ayat tersebut.[27] Ayat ini menegaskan bahwa khamr merupakan perbuatan yang keji, kotor dan dapat merusak akal. Kebiasaan minum khamr akan menimbulkan rentetan perbuatan buruk lain yang sejenis, misalnya judi, mengundi nasib, malas dan ingin memperoleh sesuatu secara instan. Abu Hayyan mengatakan bahwasanya Allah menyebut terdapat dua kerusakan pada khamr dan judi, yaitu kerusakan di dunia dan kerusakan di akhirat. Orang yang meminum khamr akan melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu melaksanakan shalat lima waktu. Sedangkan gemar berjudi akan senantiasa berjudi hingga hartanya habis.

 

  1. Analisis Aspek Maqashid Pada Ayat Pengharaman Narkoba

Tafsir maqashidi bertujuan menjawab persoalan zaman yang berkembang. Karena bertambahnya umur zaman bertambah pula masalah dan problematika yang ada pada kehidupan. Al-Qur’an dan Hadis sebagai jawaban untuk semua problematika memang bersifat statis, tidak berubah dan tidak pula bertambah tetapi adanya interpretasi ulang yang membuat jawaban dari Al-Qur’an dan Hadis semakin jelas walau tanpa adanya pembaharuan. Dalam hal ini, Abdul Mustaqim merumuskan kaidah Jalbu al-maṣāliḥ wa dar’u al-mafāsid (merealisasikan kebaikan sekaligus menghilangkan kerusakan). Kaidah ini digunakan sebagai basis maupun pijakan pemahaman keberagamaan yang relevan di zaman sekarang.[28] Tidak terkecuali tafsir maqasidi juga merupakan sebuah usaha merumuskan solusi atas isu-isu yang berkembang seperti narkoba.

Teori maqāṣhid al-syari’ah telah dikembangkan oleh Abdul Mustaqim dengan lebih luas. Jika dilihat dahulu maqāṣhid al-syari’ah terdiri dari lima hal, maka Abdul Mustaqim membaginya menjadi tujuh yakni hifẓ al-nafs (menjaga diri), hifẓ al-dÄ«n (menjaga agama), hifẓ al-aql (menjaga akal pikiran), hifẓ al-nasl (menjaga keturunan), dan hifẓ al-māl (menjaga harta), kemudian ditambah hifẓ al-daulah (membela negara/tanah air), dan hifẓ al-bÄ«’ah (merawat lingkungan). Tidak berhenti disitu, Abdul Mustaqim juga menambah new fundamental of maqāṣhid yang meliputi lima nilai yaitu nilai al-‘adalah (keadilan), al-musāwah (kesetaraan), al-wasaá¹­iyyah (moderat), al-ḥurriyyah ma'a al-mas’Å«liyyah (kebebasan beserta tanggung jawab) dan al-insāniyyah (humanisme). Keseluruhan maqāṣhid al-syari’ah dan new fundamental of maqāṣhid merupakan tujuan dan nilai yang ada dalam Al-Qur`an, hal ini sekaligus menunjukkan bahwa Al-Qur’an tidak stagnan dan berhenti dalam taraf narasi maupun informasi, namun juga menginspirasi.

  1. Hifẓ al-Nafs (Menjaga Jiwa): Tidak Merusak Kesehatan Jiwa dan Tubuh

Hifẓ al-Nafs merupakan tindakan menjaga diri dari kerusakan jiwa secara keseluruhan. Dampak narkoba menyerang pada jiwa (perasaan) pengguna narkoba. Saat mengonsumsi narkoba otak akan melepaskan serotonin lebih banyak dari biasanya, sehingga simpanan alami dapat berkurang dan menimbulkan depresi. Meskipun pada awalnya pengguna narkoba merasakan peningkatan energi dan kreativitas secara cepat, hal itu akan merusak mental dan menimbulkan sifat takut berlebihan, sensitif, dan gelisah. Narkoba juga dapat melemahkan indera perasa, infeksi pada tenggorokan dan lidah, serta infeksi bahkan bengkak jantung. Ayat ke-219 dalam surah Al-Baqarah menjelaskan “keduanya terdapat manfaat, tetapi mudaratnya lebih besar”. Narkoba mempunyai manfaat sebagai pengobatan medis, tetapi kerusakan yang disebabkan oleh narkoba lebih besar. Oleh sebab itu, pengharaman narkoba adalah jalan yang diambil untuk mengurangi kerusakan yang terjadi.

  1. Hifẓ al-Dīn (Menjaga Agama): Beribadah dengan Sungguh-sungguh

Beribadah dengan sunggu-sungguh merupakan salah satu cara menjaga agama. Kandungan dalam surah an-Nisa’ ayat 43 menunjukkan tentang larangan beribadah saat mabuk. Asbabun nuzul ayat ini dikarenakan adanya sahabat yang salah membaca ayat Al-Qur’an saat shalat, sehingga membuat arti dalam kandungan ayat melenceng dari yang dimaksudkan. Shalat ialah tiang agama Islam yang sudah seharusnya dilakukan dengan sungguh-sungguh. Orang dalam keadaan mabuk tentunya kehilangan kontrol diri sehingga tidak dapat menghadirkan rasa khusyuk ketika menghadap Allah. Narkoba tidak hanya menghilangkan kontrol diri tetapi juga membuat otak dan syaraf penggunanya bekerja di luar kemampuan dalam keadaan tidak wajar. Oleh sebab itu, penggunaan narkoba jelas diharamkan karena kemudaratannya lebih dari khamr yang memabukkan.

  1. Hifẓ al-‘Aql wa Hifẓ al-Māl (Menjaga Akal dan Harta): Memanfaatkan Akal dan Harta Secara Produktif

Akal atau otak manusia memiliki desain kompleks dan sangat rumit. Organ pengontrol utama ini terdiri atas milaran sel yang disebut dengan neuron. Neuron berfungsi menerima sinyal dari neuron lainya melalui sebuah sirkuit, oleh sebab itu otak menjadi remote untuk seluruh tubuh. Apabila remote rusak tentunya kontrol untuk tubuh juga rusak. Orang yang mengonsumsi narkoba tidak dapat menggunakan akalnya dengan semestinya, maka dengan tegas Islam mengharamkan narkoba karena dapat merusak pikiran sehingga menyebabkan akal tidak mampu membedakan hak dan batil. Pecandu narkoba termasuk orang yang menghamburkan harta, karena membeli barang yang tidak bermanfaat dan hanya membuat kerusakan. Narkoba juga menyebabkan kecanduan yang membuat penggunanya ingin bahkan harus membeli terus menerus. Walhasil, pecandu menghabiskan hartanya untuk memenuhi rasa kecanduan itu.

  1. Hifẓ an-Nasl, Hifẓ al-Daulah wa Hifẓ al-BÄ«’ah (Menjaga Keturunan, Bela Negara/Tanah Air dan Merawat Lingkungan)

Dalam menjaga keturunan, seseorang harus menghindari hal-hal buruk seperti mengonsumsi narkoba. Kemungkinan besar keturunan seorang pecandu narkoba akan mengikuti jejak yang dilakukan orang tuanya, karena orang tua merupakan guru pertama untuk anaknya. Hal ini berkaitan dengan nasib suatu negara jika memiliki generasi yang tidak produktif. Negara yang mempunyai masyarakat pecandu narkoba maupun penghasil narkoba, tentunya negara tersebut akan hancur. Seorang pecandu narkoba akan sulit dinasihati dan diarahkan. Rahasia negara bisa saja terbongkar apabila pemimpin negara salam keadaan hilang akal secara tidak sengaja menyebarkannya. Narkoba membuat seseorang tidak dapat merawat lingkungannya. Padahal lingkungan yang hijau sangat dibutuhkan guna memproduksi oksigen untuk manusia. Hutan yang merupakan jantung bumi harus dirawat melalui penghijauan dan terhindar dari sampah.

  1. Nilai Fundamental al-Insāniyyah (Humanisme)

Lewat surah Al-Mā’idah ayat 90 dan 91 Allah menunjukkan pentingnya menjaga kerukunan dan keharmonisan antar sesama manusia. Mengonsumsi narkoba hanya akan menimbulkan kerusakan untuk diri sendiri maupun sekitarnya. Allah menegaskan bahwa melakukan perbuatan-perbuatan setan berpeluang besar menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara manusia. Merugikan diri sendiri dan orang lain bukan termasuk ajaran Rasulullah, karena merupakan tindakan yang tidak sejalan dengan sifat raḥmatan lil ‘ālamÄ«n dari seorang Rasulullah. Dengan tidak mengonsumsi narkoba terdapat upaya menunjukkan nilai al-Insāniyyah (humanisme) dalam keragaman dan perbedaan khususnya dalam ras, suku maupun wilayah tertentu. Sehingga kehidupan bersama dapat berjalan secara harmonis yaitu menganggap setiap manusia sebagai saudara dalam rasa kemanusiaan.

 

  1. Kesimpulan

Narkoba merupakan khamr masa kini. Tidak ada dalil Al-Qur’an atau Hadis yang secara eksplisit menyebutkan tentang narkoba, tetapi pengharaman narkoba adalah sesuatu yang telah disepakati oleh ulama’ satus hukumnya. Bahaya dan kerusakan yang ditimbukan dalam konteks individu, masyarakat maupun negara. Begitupun dalam kebanyakan penulisan dalil pengharaman yang lebih terfokus kepada hal memabukkan yang lingkupnya adalah menghilangkan akal dalam konteks individu. Hal ini tentu tidak sejalan dengan penyalahgunaan narkoba ternyata merengut kelima teori maqāṣhid al-syari’ah dan turut melibatkan kesejahteraan masyarakat dan negara.

Pelarangan pemakaian narkoba yang nyatanya berbahaya bagi manusia, melebihi bahaya khamr yang jelas pengharamanya dalam Al-Qur’an. Apapun yang merusak akal maka dengan tegas hukum Islam melarangnya. Walaupun narkoba berbeda jenis maupun bahan dengan khamr tapi efeknya sama-sama memabukkan dan merusak akal maka hukumnya adalah haram.

 

Daftar Pustaka

Afifah, Sofa Nur. “Analisis Pendapat Ibnu Taimiyah Tentang Saksi Pidana Pengguna Narkoba". Skripsi. Semarang: UIN Walisongo Semarang, 2017.

Ashar. “Konsep Khamar dan Narkotika Dalam Al-Qur’an dan UU.” Jurnal Fenomena Vol. 1, No. 2 (1 Desember 2015). https://doi.org/10.21093/fj.v7i2.313.

Cahyaningrum, Lutfi Fitriani. "Pentahapan Pengharaman Khamr Sebagai Landasan Dakwah Islamiyyah". Skripsi. Kudus: IAIN Kudus, 2020. t.t., 10.

Eleanora, Fransiska Novita. "Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha Pencegahan dan Penanggulangannya (Suatu Tinjauan Teoritis)" Jurnal Hukum Vol. 25, No. 1 (2 September 2021). https://doi.org/10.26532/jh.v25i1.203.

Gono, Joyo Nur Suryanto. "Narkoba: Bahaya Penyalahgunaan dan Pencegahannya". Jurnal Forum Vol. 39, No. 2 (April 2012)

Hakim, M. Arif. Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah Mengatasi dan Melawan. Bandung: Nuansa Cendekia, 2012.

Kasamasu, Lateefah, Ahmadzakee Mahama, Wan Mohd Yusof Bin Wan Chik, Syed Mohd Azmi bin Syed Ab Rahman, Abdul Wahab Md Ali, dan Norizan Abd Ghani. “Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-Karya Kajian Islam Kontemporer.” Wardah Vol. 18, No. 1 (27 September 2017). https://doi.org/10.19109/wardah.v18i1.1431

Muslim.or.id. “Narkoba Dalam Pandangan Islam: Yakin Masih Mau Pakai Narkoba?" (14 Agustus 2021). https://muslim.or.id/9077-narkoba-dalam-pandangan-islam.html.

Mustaqim, Abdul. “Argumentasi Keniscayaan Tafsir Maqashidi Sebagai Basis Moderasi Islam”. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2019.

Prasetyo, Lukas. "Konsep Narkotika Dalam Perspektif Al-Qur'an (Studi Analisis Ayat-Ayat Narkotika Dalam Al-Qur'an Metode Maudhu'i). Skripsi. Curup: IAIN, 2019.

Wibowo, Retno dkk. Berfikir Cerdas Hadapi Narkoba. Jakarta: Penerbit Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2018.

Zahro, Fatimatuz. "Pendekatan Tafsir Maqashidi Ibn Ashur (Studi Kasus Atas Ayat-ayat Hifdzu Al-Aql)". Skripsi. Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018.

Zubaidah, Siti. Penyembuhan Korban Narkoba Melalui Terapi dan Rehabilitasi Terpadu. Disunting oleh Nurika Khalila Daulay. IAIN Press, 2017. http://repository.uinsu.ac.id/1563/.

 

[1] Abdul Mustaqim, Pidato Pengukuhan Guru Besar “Argumentasi Keniscayaan Tafsir Maqashidi Sebagai Basis Moderasi Islam." (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2019). Hal. 35-36.

[2] Ashar, “Konsep Khamar dan Narkotika dalam al-Qur’an dan UU." Jurnal Fenomena Vol. 1, No. 2. Hal. 275.

[3] Lateefa Kasamasu dkk., “Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-Karya Kajian Islam Kontemporer” Wardah Vol. 18, No. 1 (2017). Hal. 45-46.

[4] M. Arif Hakim, Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah Mengatasi Dan Melawan (Bandung: Nuansa Cendikia, 2012). Hal. 88.

[5] Joyo Nur Susanto Gono, “Narkoba: Bahaya Penyalahgunaan dan Pencegahannya." Jurnal Forum Vol. 39, No. 22 (April 2012). Hal. 81.

[6] Lukas Prasetyo, Skripsi “Konsep Narkotika Dalam Prespektif Al-Qur’an ( Ayat-Ayat Narkotika Dalam Al-Qur’an Metode Maudhu’i).” ( Curup: IAIN, 2019)

[7] Fatimatuz Zahro, Skripsi “Pendekatan Tafsir Maashidi Ibn Ashur (Studi Kasus Atas Ayat-ayat Hifdzu Al-Aql).” (Surabaya:UIN Sunan Ampel, 2018)

[8] Lateefah Kasamasu dkk., “Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-Karya Kajian Islam Kontemporer,” Wardah Vol. 18, No. 1. Hal. 34-47.

[9] Abdul Mustaqim, Pidato Pengukuhan Guru Besar "Argumentasi Keniscayaan Tafsir Maqashidi Sebagai Basis Moderasi Islam.” (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2019). Hal. 12-13.

[10] Abdul Mustaqim, Pidato Pengukuhan Guru Besar "Argumentasi Keniscayaan Tafsir Maqashidi Sebagai Basis Moderasi Islam." (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2019). Hal. 33.

[11] Lateefa Kasamasu dkk., “Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-Karya Kajian Islam Kontemporer. Wardah Vol. 18, No. 1 (2017). Hal. 48.

[12] Franciska Novita, “Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha Penyegahan dan Penangulangan” Jurnal Hukum Vol. 25, No.1 (April 2016). Hal. 441-442.

[13] Joyo Nur Susanto Gono, “Narkoba: Bahaya Penyalahgunaan dan Pencegahannya." Jurnal Forum Vol. 39, No. 2 (April 2012). Hal. 81.

[14] Siti Zubaidah, Penyembuhan Korban Narkoba Melalui Terapi dan Rehabilitasi Terpadu, (Medan: IAIN Press, 2011). Hal. 101.

[15] Joyo Nur Susanto Gono, "Narkoba: Bahaya Penyalahgunaan dan Pencegahannya." Jurnal Forum Vol. 39, No. 2 (April 2012). Hal. 82.

[16] Sofa Nur Afifah, Skripsi “Analisis Pendapat Ibnu Taimiyah Tentang Saksi Pidana Pengguna Narkoba.” (Semarang: UIN Walisongo, 2017). Hal. 7.

[17] Sofa Nur Afifah, Skripsi "Analisis Pendapat Ibnu Taimiyah Tentang Sanksi Pidana Pengguna Narkoba." (Semarang: UIN Walisongo, 2017). Hal. 8.

[18] Lateefa Kasamasu dkk., “Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-Karya Kajian Islam Kontemporer." Wardah Vol. 18, No. 1 (2017). Hal. 47.

[19] Lateefa Kasamasu dkk., "Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Dalam Karya-Karya Kajian Islam Kontemporer." Wardah Vol. 18, No. 1 (2017). Hal. 48.

[20] Lateefa Kasamasu dkk., "Analisis Dalil Pengharaman Narkoba Karya-Karya Kajian Islam Kontemporer." Wardah Vol. 18, No. 1 (2017). Hal. 48.

[21] Retno Wibowo dkk., Cerdas Hadapi Narkoba (Kementrian Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, 2018). Hal. 15.

[22] Muslim, Artikel "Narkoba Dalam Pandangan Islam: Yakin Masih Mau Pakai Narkoba?” Muslim.or.id (14 Agustus 2021), bisa juga dilihat pada https://muslim.or.id/9077-narkoba-dalam-pandangan-islam.html.

[23] Sayyid Sabiq, Fikih Sunah 9 (Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1995). Hal. 35.

[24] Lutfi Fitriani Cahyaningrum, Skripsi "Pentahapan Pengharaman Khamr Sebagai Landasan Dakwah Islamiyyah." (Kudus: IAIN Kudus, 2020). Hal. 44.

[25] Lutfi Fitriani Cahyaningrum, Skripsi "Pentahapan Pengharaman Khamr Sebagai Landasan Dakwah Islamiyyah." (Kudus: IAIN Kudus, 2020). Hal. 64.

[26] Lutfi Fitriani Cahyaningrum, Skripsi "Pentahapan Pengharaman Khamr Sebagai Landasan Dakwah Islamiyyah." (Kudus: IAIN Kudus, 2020). Hal. 64.

[27] Lutfi Fitriani Cahyaningrum, Skripsi "Pentahapan Pengharaman Khamr Sebagai Landasan Dakwah Islamiyyah." (Kudus: IAIN, Kudus 2020). Hal. 68.

[28] Komaruddin Hidayat, Menafsirkan Kehendak Tuhan (Teraju, 2004). Hal. 51.

Share this Post1: