Selamat Datang di web Prodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir - Institut Agama Islam Negeri Kudus !

Prodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir

Hukum puasa bagi wanita yang hamil dan menyusui

Blog Single

Kata صوم  dan صيام adalah sama, yakni sama-sama Masdar dari fi’il madhi صام yang memiliki arti الإمساك (menahan), demikian lah makna kedua lafal tersebut secara bahasa. Secara istilah adalah menahan dari sesuatu yang membatalkan puasa disertai niat tertentu sepanjang siang hari yang bisa menerima ibadah puasa dari orang muslim yang berakal dan suci dari haidl dan nifas. Maksud dari hari yang bisa menerima ibadah puasa adalah selain hari raya idul fitri, idul adha, dan hari tasyriq.

Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun ke-2 hijriyah. Berdasarkan firman Allah yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣

dan juga berdasarkan hadits:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله ï·º صوموا لرؤيته وأفطِروا لرؤيته فإن غُمّ عليكم فأكملوا عدّة شعبان ثلاثين          رواه البخاري

“Keterangan dari sahabat abu Hurairah R.A, beliau berkata: Rasulullah bersabda: berpuasalah kalian ketika melihat hilal dan berbukalah kalian ketika melihatnya. Bila penglihatan kalian tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah bilangan (bulan sya’ban) menjadi 30 hari.”

Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kewajiban puasa Ramadhan bisa terlaksana dengan 2 cara, yakni dengan menyempurnakan bilangan hari bulan sya’ban (30 hari) atau dengan cara melihat hilal di malam ke-30 pada bulan sya’ban. Puasa sudah menjadi kewajiban umat-umat terdahulu sejak masa nabi Adam. Akan tetapi, tata cara puasa umat terdahulu berbeda dengan tata cara puasa umat Nabi Muhammad S.A.W.

Puasa bagi wanita yang hamil dan menyusui

Hukum bagi perempuan yang sedang hamil dan perempuan yang sedang menyusui buah hatinya, Berdasarkan kesepakatan para ulama ahli fiqh, bagi perempuan hamil dan menyusui diperbolehkan ifthar (tidak berpuasa) ketika khawatir dengan fisiknya atau khawatir dengan buah hatinya, dikarenakan mereka berdua dihukumi seperti orang yang sakit dimana ketika mereka berpuasa maka akan terasa berat. Akan tetapi, para ulama ahli fiqh berbeda pendapat mengenai apakah berkewajiban qodho’ saja atau wajib qodlo’ beserta membayar fidyah?

Menurut beliau Imam Abu Hanifah, secara mutlak beliau hanya mewajibkan qodlo’ dan tidak wajib membayar fidyah, maksud secara mutlak yaitu baik yang hamil atau yang menyusui yang khawatir dengan fisiknya / bayinya / fisik serta bayinya.

Adapun Menurut Jumhur Ulama (Imam Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Hanbali hukumnya diperinci, berikut tabelnya:

Hamil dan Menyusui

Qodlo’

Fidyah

A.    Khawatir dengan fisik dan bayinya

✔

✘

B.     Khawatir dengan bayinya

✔

✔

C.     Khawatir dengan fisiknya

✔

✘

 

Penulis : Syahrul Dzulkhijamal, Mahasiswa IQT FU IAIN Kudus

Share this Post: