Tuhan Merencanakan Manusia Menentukan
Masih ingat ‘kan cerita pematung di buku PROVOKASI Menyiasati Pikiran Meraih Keberuntungan ? Yang juga pernah menjadi kapsul Smart FM ?. Seorang pematung diminta oleh raja membuat patung raja, permaisuri, anak-anak, tokoh-tokoh dalam kerajaan, termasuk akhirnya patung si pematung sendiri. Sementara patung-patung lain ia buat dengan sangat sempurna, si pematung membuat patung dirinya sendiri dengan kualitas lebih rendah, karena menyangka patungnya akan ditaruh di luar. Ia pikir kalau bikin patung KW1 percuma, karena toh di luar istana akan kehujanan, kepanasan, berdebu, berlumut, dan akhirnya lekas rusak. Yang terjadi yang tadinya Raja ingin meletakkan patung si pematung itu di dalam istana, malah benar-benar meletakkan patung itu di luar istana, karena jika di taruh di dalam istana kualitasnya kurang bagus dan tidak sepadan berjejer dengan patung kualitas wahid lainnya.
Nasib patung itu di taruh di luar telah ditentukan sendiri oleh si pematung sejak awal dalam pikirannya melalui kata-kata (self talk). Nasib ditentukan oleh kata-kata kita. Kalau diurut-urut, kata-kata dalam menafsirkan dan memberi arti terhadap apa yang dilihat, didengar, dicium, dikecap, diraba, (yang disebut thought atau pikiran) itu terhubung dengan system pusat syaraf menghasilkan state atau perasaan tertentu. Dengan pikiran dan perasaan lalu seseorang memutuskan. Keputusan menghasilkan tindakan, dan tindakan menghasilkan outcome, nasib, keadaan, kehidupan dirinya.
Al Baqarah ayat terakhir menyatakan, seseorang mendapatkan apa yang diusahakannya. Dengan begitu, nasib dan kehidupan kita saat ini ditentukan oleh tindakan kita. Tindakan kita berasal dari keputusan kita. Keputusan kita berasal dari pikiran dan perasaan kita. Pikiran dan perasaan kita berasal dari kata-kata yang memiliki arti tertentu. Jadi kalau di bypass, nasib kita saat ini ditentukan oleh kata-kata kita di masa lalu. Itu berarti nasib kita di masa yang akan datang, ditentukan oleh kata-kata kita hari ini, saat ini. Tidak ada hubungannya dengan masa lalu, kecuali kalau kita memang mengizinkan untuk membiarkan, bahkan seringkali malah menggunakan kata-kata kita di masa lalu untuk membentuk masa depan kita.
Kalau nasib itu ditentukan oleh kata-kata kita sendiri, lantas dimana peran Tuhan dalam pembentukan nasib kita ?.
Sebentar. Banyak orang yang bingung dan tidak dapat membedakan antara nasib dan takdir. Banyak orang sepakat, takdir adalah hal-hal yang tidak dapat diubah oleh manusia, dan nasib adalah hal-hal yang dapat diubah. Saya dan Mas Prie GS itu orang Jawa, Pak Fachry CEO Smart FM keturunan Arab, Pak Tommy Siawira dan Pak FX Haditjokrosusilo keturunan Cina, itu adalah takdir. Tidak dapat diubah lagi. Kalau makan pasti kenyang itu takdir. Tapi mau makan sate atau tempe, itu nasib, karena manusia dapat memilih dan memutuskan mau makan apa. Kalau anda lahir dalam keadaan miskin itu takdir, karena anda lahir dari orang tua yang saat itu dalam keadaan miskin. Anda tidak dapat memilih lahir dari taipan kaya di negeri ini. Tapi kalau anda mati dalam keadaan miskin, itu adalah nasib, karena anda telah membiarkan hidup anda miskin terus sampai mati, padahal anda sudah diberikan sumber daya internal dan eksternal sedemikian rupa oleh Tuhan yang dapat membuat anda kaya.
Bahkan yang lebih kontroversial, umur-pun dapat diubah. Bahwa manusia itu pasti mati itu takdir, tapi mati di usia berapa itu konon adalah sejenis takdir yang berperilaku seperti nasib . Jika di sebuah daerah yang tingkat mortalitanya tinggi, lalu dilakukan program sanitasi, penyehatan ibu dan anak, kampanye safety driving dan safety riding, pemberantasan jentik nyamuk, dan berbagai program perbaikan kesehatan dan keselamatan lainnya, mengapa kok setelah itu tingkat mortalitanya menurun ?. Bukankah hal itu menunjukkan adanya intervensi manusia dalam peristiwa yang disebut kematian ?.
Secara wacana agama, guru saya yang ahli tasawuf dari UIN Syarif Hidayatullah mengatakan, kontrak usia itu dapat diperpanjang dengan tiga cara : hidup sehat, banyak amal baik, dan silaturahmi. Misalnya soal silaturahmi. Seandainya anda tidak punya uang sama sekali untuk makan, lalu anda ketemu tetangga anda, apabila silaturahmi anda bagus, ia pasti memberi anda makan, sehingga hidup anda dapat diperpanjang. Bayangkan apa yang terjadi jika silaturahmi anda sangat buruk dengan tetangga-tetangga anda. Bisa-bisa mereka baru tahu anda wafat setelah mencium bau busuk dari rumah anda.
Bagaimana dengan memperpendek umur ?. Gampang, tiduran saja di rel kereta api yang masih aktif. Besok saya akan cari beritanya di koran.
Kembali ke soal pembentukan nasib. Jika nasib itu berasal dari kata-kata dan tindakan manusia sendiri, apakah itu berarti peran Tuhan tidak ada ?. Bukankah atom bergerak dan dedaunan jatuh itu tidak akan terjadi tanpa seizin Tuhan ?. Simak kalimat yang sangat klasik ini. Kata Allah “Aku tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaannya sendiri”. See ? Bahkan dalam pembentukan keadaan alias nasib saja Tuhan telah mendelegasikan kepada manusia. Tuhan akan mengubah keadaan atau nasib, tetapi ada sebabnya, yaitu tindakan si manusia sendiri. Selalu ada sebab, dari akibat Tuhan mengubah keadaan kita. Sebab itu kita sendiri yang memutuskan dan melakukannya.
Dengan demikian, dalam konteks tertentu jangan-jangan bunyi kata-kata mutiara bukan “manusia berusaha, Tuhan menentukan”, tetapi “Tuhan merencanakan, manusia menentukan”. Wah, apa ini tidak terpeleset menjadikan manusia lebih tinggi dari Tuhan ?.
Tuhan telah membuat sistem. “Aku tinggikan langit, dan Aku letakkan mizan”, begitu bunyi surat Ar-Rahman ayat 7. Tuhan mengizinkan segala hasil itu muncul dari sistem itu. Inputnya adalah niat dan tindakan manusia. Tuhan sudah menetapkan bahwa manusia diminta bersedekah. Jika ingin hartanya bersih dan aman, sedekahkan 2.5 persen. Jika hartanya ingin bertumbuh, silakan sedekah lebih besar, misalnya 10%. Jika hartanya ingin bertumbuh lebih cepat, silakan sedekah lebih besar lagi, misalnya 20%. Nah, Tuhan sudah merencanakan tingkat pengembalian tertentu untuk anda jika mengambil skema sedekah tertentu. Sekarang anda sendirilah yang menentukan, mau ambil skema 2.5 persen, 10 persen, 20 persen, atau bahkan 0 persen. Itu sepenuhnya pilihan dan keputusan anda.
Sehingga kalau harta anda itu tiba-tiba lenyap, ya tanggungjawab, jangan salahkan Tuhan dan melakukan politik cuci tangan dengan mengatakan, “Tuhan sedang memberi ujian dan cobaan kepada saya”, seolah-olah hilangnya harta anda itu adalah karya Tuhan, bukan karya dirinya sendiri.***
Sumber : http://provokasi-prass.blogspot.com/