HADIS-HADIS BERMASALAH SEPUTAR RAMADAN
Banyak orang yang terkadang berhujjah dengan hadis Nabi saw untuk melegitimasi perbuatannya yang “melenceng” ketika menjalani ibadah puasa Ramadan. Misalnya saja, mereka tidur seharian penuh dengan alasan hadis tentang tidurnya orang puasa itu ibadah. Bunyi teks hadisnya adalah sebagaimana berikut:
نوم الصائم عبادة، وسكوته تسبيØØŒ ودعاؤه مستجاب، وعمله متقبل
“Tidurnya orang puasa itu ibadah, diamnya tasbih, doanya terkabul dan amalnya diterima…”
Hadis ini disebutkan oleh Ibnu Abi Aufa dalam al-Musnad dengan perawi yang bermasalah yang bernama Ma’ruf bin Hassan dan Sulaiman bin Umar an-Nakha’i. Bahkan al-‘Iraqi menyebutnya sebagai ahad al-kadzabin (salah satu pendusta). Sehingga ulama hadis sepakat bahwa hadis ini sangat lemah sekali dan tidak boleh dibuat hujjah. Bahkan beberapa ulama lain menyebutnya sebagai hadis maudhu’ (palsu).
Hadis lain yang tidak kalah bermasalah adalah hadis yang menyebut man fariha bi dukhuli ramadhan hurrima jasaduhu minan niran (barang siapa bergembira akan masuknya Ramadhan maka jasadnya diharamkan masuk neraka). Hadis ini palsu karena tidak memiliki standar sanad yang jelas.
Hadis lain yang juga bermasalah adalah shûmû tasihhû (berpuasalah maka kalian sehat). Hadis ini sangat lemah sekali sebagaimana yang disampaikan oleh al-‘Iraqi dalam Hamlu al-Asfâr, Ibnu ‘Adi dalam Dhu’afa’ ar-Rijâl, Ibnu Thûlûn dalam al-Ahadis al-Musytahirah, asy-Syaukani dalam al-Fawaid al-Majmu’ah fi al-Ahadis al-Maudhu’ah, as-Sakhawi dalam al-Maqashid al-Hasanah, dan Syekh al-‘Ijluni dalam Kasyfu al-Khafa’.
Pelajaran yang dapat diambil adalah jangan mudah sekali berhujjah dengan hadis-hadis Nabi saw dalam melakukan amal sesuatu kecuali setelah tastabbut (verivikasi) agar keakuratannya terpenuhi. Namun, para ulama juga seringkali menyebut dha’ifu as-sanad sahih al-ma’na (sanad bermasalah tetapi maknanya benar). Sehingga syiddatu al-inkar (terlalu berlebihan mengecam) juga tidak baik. Sebab, bisa saja isi ajarannya diambil dari Alquran dan hadis sahih secara umum. Semisal perintah puasa secara umum, kaidah kesehatan kedokteran, dan sebagainya. Maka, kita cukup menyebutnya hadis ini bermasalah tetapi maknanya bisa saja benar.
* Penulis : Dr. M. Agus Zhuhurul Fuqohak, S.Ud., M.S.I, Dosen IQT Fakultas Ushuluddin dan Pascasarjana IAIN Kudus