Kesehatan Mental dalam Berpuasa
Puasa adalah sarana untuk mengasah kemampuan kesehatan mental kita, dari berpuasa kita dituntut untuk menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dan juga dianjurkan untuk meninggalkan perilaku dan ucapan buruk seperti berbohong, adu domba, provokasi, gossip dan lain sebagainya. Â Peraturan yang telah ditetapkan dalam berpuasa untuk menahan (imsak) makan, minum dan kegiatan lain yang membatalkan puasa sejatinya adalah latihan bagi manusia untuk mengendalikan diri. Sebab di antara ciri jiwa yang sehat salah satunya adalah mampu mengendalikan diri (self control) dan pengendalian diri ini berperan penting bagi kesehatan jiwa, dengan begitu ketahanan mental akan meningkat dalam menghadapi berbagai stress dan tekanan kehidupan.
Saat berpuasa, seseorang dapat melatih kemampuan dirinya untuk menyesuaikan diri dalam menghadapi tekanan, sehingga seseorang akan menjadi pribadi yang lebih sabar dan tidak cepat emosi atau marah. Dengan cara ini perlahan seseorang akan mendapatkan ketenangan jiwa dan mampu untuk mengontrol stresnya.  Dalam QS. an-Nisa’ ayat 92: Quraish Shihab menjelaskan tentang hukuman bagi pelaku kejahatan seperti membunuh. Allah memerintahkan orang tersebut untuk bertaubat serta berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Waktu yang cukup lama ini dimaksudkan supaya pelaku atau yang bersangkutan menyesali setiap perbuatannya sambil memohon ampunan kepada Allah. Puasa dalam konteks tersebut bukan hanya sebagai hukuman saja, namun sebagai bentuk pengobatan jiwa terhadap perilaku menyimpang, agar jiwa dapat kembali bersih, dan mencegah dari kemaksiatan. (Shihab, hal. 477-488)
Jadi, berpuasa adalah sarana yang efektif sebagai penyelamat jiwa-jiwa yang terjerumus dalam kemaksiatan, dan membersihkan diri dari dosa-dosa yang melekat pada jiwa manusia seperti dengki, iri, takabur, sombong dan sejenisnya. Dengan kata lain puasa adalah jalan untuk  kembali menuju fitrahnya sebagai manusia itu sendiri.
Penulis: Nurul Sifa, Aishah Khoirunnissa mahasiswa IQT FU IAIN Kudus